Saturday, February 13, 2010

Burung Gereja..

Di halaman depan sebuah rumah, seorang pemuda sedang duduk membaca koran di sampingnya ayahnya yang sudah tua, rabun dan pikun duduk di kursi goyang. Sambil memegang tongkat, si ayah itu memperhatikan seekor burung gereja yang bertengger di pucuk pohon.

Seraya menunjuk ke arah burung, ayah itu bertanya, "Apa itu nak?"
Pemuda tersebut meletakkan koran dan melihat yang ditunjuk ayahnya, lalu menjawab, "Oh, itu burung gereja, Yah".
Lalu ia melanjutkan membaca koran. Ayah itu tersenyum sambil tetap memperhatikan burung gereja itu.

Tak lama datang seekor lagi burung dan hinggap disamping burung yang pertama. Sang ayah kembali bertanya kepada si pemuda, "Apa itu nak?", pemuda itu melirik sekilas, dengan ketus menjawab "Burung gereja!".

Pada saat burung gereja itu terbang, ayahnya itu kembali bertanya, "Apa itu nak?"
Dengan kesal, pemuda itu membanting koran sambil berkata, "Itu burung gereja, Ayah! BURUNG GEREJA! B-U-R-U-N-G G-E-R-E-J-A! Ayah kok tidak paham juga sih?!".
Sekilas terpancar kesedihan di wajah ayahnya, namun dengan ia tetap berusaha tersenyum dan mengangguk. Ia mengambil nafas panjang, lalu bangkit dari kursi goyangnya. Pemuda itu melirik ayahnya dan bertanya, "Ayah mau kemana?"
Dengan lambaian tangan, ayahnya itu mengisyaratkan agar anaknya tidak usah bangun. "Tak apa Nak. Di luar sudah mulai dingin ayah ke dalam untuk menghangatkan diri". Kemudian, ia menuju ke dalam rumah. Sementara itu, dikesendiriannya, pemuda itu termenung memandang koran yang tadi dibantingnya.

Sang ibu rupanya tadi memperhatikan mereka berdua dari dalam rumah, dan menuntun si ayah yang terlihat lelah ke ruang duduk yang hangat. Tak selang berapa lama sang ibu itu kembali dengan membawa sebuah buku tua bersampul kulit yang sudah lusuh. 
Sang ibu berkata "Ibu ambil ini dari lemari tempat ayahmu penyimpanan barang-barangnya yang berharga, ibu ingin kamu melihatnya". Setelah dibuka dan menemukan halaman yang dicari, ia menyerahkan kepada anaknya. "Bacalah", pinta kata ibunya dengan lembut. Diterimanya buku itu dari tangan ibunya dengan keheranan, namun pemuda itu tetap membacanya.

"Buku itu ditulis oleh Ayah", kata ibunya sambil memejamkan matanya.

Kertasnya sudah sangat tua, tintanya sudah mulai luntur, tetapi tulisan tangan ayahnya masih dapat terbaca. Perlahan-lahan, pemuda itu membaca, "Hari ini anakku berusia tiga tahun, ia kuajak duduk di bangku halaman. Anakku bertanya kepadaku sambil menunjuk burung gereja yang hinggap di atas dahan. Aku memeluknya sambil menjelaskan padanya bahwa itu adalah burung gereja. Anakku terus bertanya sampai 5 kali, sampai 14 kali, sampai 21 kali, dan 21 kali pula aku memeluknya dan menjelaskannya. Semoga engkau kelak menjadi anak yang pintar, Nak".

Pemuda itu berhenti membaca, tak terasa air mata sudah mengalir di pipi, menetes ke lembaran halaman buku yang dibacanya, kemudian ia berlari ke dalam memeluk ayahnya dan tak henti-hentinya mengucapkan, "Maafkan aku, Ayah...... Maafkan aku, Ayah..............."

No comments:

Post a Comment